Kamis, 13 Juni 2019

Identifikasi Outlier Pada Data Pengulangan Pengujian Kimia


Pada pengujian kimia sering  kali kita melakukan pengulangan pengujian sebagai langkah untuk penjaminan mutu terhadap keabsahan hasil. Pengulangan pengujian ini juga kita gunakan ketika kita  melakukan validasi terhadap metode yang akan kita gunakan, misalkan dalam penantuan keberterimaan presisi metode, penentuan limit deteksi, maupun keperluan-keperluan lain yang memerlukan pengolahan data secara statistika.
Pada ISO 17025:2017 klausul 7.7.3, dinyatakan bahwa data dari kegiatan pemantauan harus dianalisis, digunakan untuk mengendalikan dan, jika dapat diterapkan, meningkatkan kegiatan laboratorium.   Jika hasil analisis data dari kegiatan pemantauan ditemukan berada di luar kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, tindakan yang tepat harus diambil untuk mencegah hasil yang salah dilaporkan. Sesuai dengan klausul 7.7.3 di atas, maka dalam pengulangan pengukuran/pengujian (reprodusibel), analisis data sangat diperlukan untuk mengetahui apakah sekumpulan data tersebut seragam atau terdapat outlier yang mempengaruhi hasil.
Terdapat berbagai macam metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi outlier dalam sekumpulan data hasil pengulangan. Beberapa metode tersebut diantaranya metode Dixon, Grubb’s, IQR (interquartile range), dan algoritma A.



1.    Identifikasi Outlier Metode Dixon
Salah satu cara untuk menguji nilai pengukuran yang dicurigai kebenarannya adalah dengan menghitung nilai D dari Dixon. Identifikasi outlier ini disebut uji Dixon, mula-mula data disusun mulai dari yang terendah hingga tertinggi, kemudian nilai D dihitung dengan persamaan berikut.
Dixon
(Miller, J.C. & Miller, J.N., 1991)

Nilai D hasil perhitungan tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai D dalam tabel. Nilai diterima apabila nilai D hasil perhitungan kurang dari nilai D tabel.

Dixon

Berdasarkan rumus 1 di atas, terlihat bahwa uji outlier dengan menggunakan cara ini hanya cocok digunakan untuk uji satu data outlier, apabila terdapat dua data outlier, maka cara ini tidak dapat digunakan.


2.    Identifikasi Outlier Metode Grubb’s
Berbeda dengan Identifikasi outlier metode Dixon di atas, identifikasi outlier metode Grubbs ini dapat digunakan untuk identifikasi dua data sekaligus yang dicurigai outlier. Langkah awal sebelum mengevaluasi data pencilan adalah mengurutkan sekumpulan data dari nilai yang terendah hingga nilai yang tertinggi. Kemudian dihitung nilai G dengan menggunakan persamaan yang sesuai dengan tipe sebaran data. Nilai G yang didapat tersebut dibandingkan dengan nilai G dalam tabel. Apabila nilai G hasil perhitungan lebih besar dari nilai dalam tabel, maka nilai tersebut dinyatakan outlier. Terdapat tiga tipe sebaran data yang dapat dievaluasi outliernya menggunakan metode Grubbs.
Tiga metode uji untuk identifikasi outlier di dalam distribusi normal telah dikembangkan dan diperluas oleh Grubbs. Semua menggunakan uji statistik yang didasarkan pada standar deviasi. Yang pertama dari hal ini adalah uji untuk nilai outlier tunggal. Uji kedua untuk pasangan dari nilai outlier yang masing-masing terletak pada nilai terendah dan tertinggi dari set data. Sedangkan uji yang ketiga untuk pasangan dari nilai outlier pada sisi yang sama dari set data.

Uji Grubbs 1:

Grubbs

Identifikasi outlier dengan uji Grubbs ini digunakan apabila terdapat satu nilai yang diduga outlier berada pada nilai terendah atau tertinggi dalam kumpulan data pengulangan. Perhitungan menggunakan persamaan berikut ini. Pada tipe ini, nilai G’ hasil perhitungan dibandingkan dengan kritis. Jika nilai perhitungan melebihi nilai kritis, nilai yang diuji diidentifikasi sebagai outlier.
Grubbs

Keterangan:
G’low     = Uji Grubbs tipe 1 untuk data terendah yang diduga pencilan
G’high    = Uji Grubbs tipe 1 untuk data tertinggi yang diduga pencilan
          = nilai rata-rata
x1         = nilai terendah yang diduga outlier
xn         = nilai tertinggi yang diduga outlier
s          = standar deviasi


Uji Grubbs 2:

Grubbs

Identifikasi outlier dengan uji Grubbs 2 ini digunakan apabila terdapat dua nilai yang diduga outlier yang berada pada nilai terendah dan tertinggi secara bersamaan dalam kumpulan data pengulangan. Perhitungan menggunakan persamaan berikut ini. Pada tipe ini, nilai G’ hasil perhitungan dibandingkan dengan kritis. Jika nilai perhitungan melebihi nilai kritis, nilai yang diuji diidentifikasi sebagai outlier.

Grubbs
Keterangan:
G”        = Uji Grubbs tipe 2 untuk data terendah dan tertinggi secara bersamaan yang diduga outlier
x1         = nilai terendah yang diduga outlier
xn         = nilai tertinggi yang diduga outlier
s          = standar deviasi


Uji Grubbs 3


Grubbs

Identifikasi outlier dengan uji Grubbs 3 ini digunakan apabila terdapat dua nilai yang diduga outlier yang mana keduanya berada pada nilai terendah atau keduanya pada nilai tertinggi dalam kumpulan data pengulangan. Perhitungan menggunakan persamaan berikut ini. Untuk G”’ ini ada pengecualian terhadap interpretasi yang umum, jika nilai perhitungan kurang dari nilai kritis, hasil uji adalah signifikan dan nilai diidentifikasi sebagai outlier.
Grubbs

Grubbs
Farrant, Tj., Practical Statistics for The Analytical Scientist A Bench Guide, The Royal Society of Chemistry

Grubbs

3.    Identifikasi Outlier Metode Interquartile Range/IQR
Metode identifikasi outlier dengan IQR ini didasarkan pada kurva distribusi normal. Umumnya suatu data pengulangan yang ideal memiliki penyebaran data berbentuk kurva distribusi normal. Ketika penyebaran data memenuhi pola kurva distribusi normal, maka nilai mean (rata-rata), median (nilai tengah), dan modus (nilai yang sering muncul) adalah identik dan berada pada tengah kurva. Inlier dapat diidentifikasi sebagai daerah di dalam IQR±(1,5*IQR), dimana IQR = Q3-Q1.


IQR
Gambar kurva distribusi normal.

4.    Identifikasi Outlier Algoritma A
Identifikasi outlier dapat juga dilakukan dengan menggunakan analisis robust: algoritma A sebagaimana yang digunakan dalam penentuan z-score dalam uji banding (ISO 13528:2015). Algoritma ini menghasilkan estimasi robust dari rata-rata dan standar deviasi dari data yang diaplikasikan. Sejumlah p data hasil uji banding diurutkan dari yang terkecil ke terbesar.
x{1}, x{2}, … , x{p}
Nyatakan rata-rata robust dan standar deviasi robust dari data ini masing-masing sebagai x* dan s*. Hitung nilai awal untuk x* dan s* sebagai:
x* = median dari xi (i = 1, 2, … p)
s* = 1,483 median dari |xi – x*| dengan I = 1, 2, …, p
Perbaharui nilai dari x* dan s* sebagai berikut.
Hitung δ = 1,5s*                                                                                                  (A.1)
Untuk masing-masing xi (i=1, 2, …, p), hitung:


Outlier


                                                                  (A.2)



Hitung nilai baru dari x* dan s* dari persamaan berikut:


Outlier
                                                                                                      (A.3)
Outlier


                                                                                 (A.4)



Estimasi robust x* dan s* dapat diturunkan dengan perhitungan berulang/iterasi, yaitu dengan memperbaharui nilai x* dan s* beberapa kali dengan menggunakan data yang dimodifikasi di dalam persamaan A.1 sampai dengan A.4, sampai proses konvergen. Konvergen dapat diasumsikan ketika tidak ada perubahan dari satu iterasi ke iterasi berikutnya sampai angka signifikan ketiga dari rata-rata dan standar deviasi robust (x* dan s*). Ketika proses sudah konvergen, maka nilai yang berada diluar s* ± δ diidentifikasi sebagai outlier.

5.    Referensi
1.    Farrant, Tj., Practical Statistics for The Analytical Scientist A Bench Guide, The Royal Society of Chemistry
2.    Hadi, Anwar dan Asiah. 2018. Statistika Pengendalian Mutu Internal. IPB Press.: Bandung.
4.    ISO 13528:2015 (Statistical methods for use in proficiency testing by interlaboratory comparison)
5.    JC & JN Miller. 1991. Statistika untuk Kimia Analitik. ITB: Bandung


Senin, 06 Mei 2019

Menghitung Persen Recovery dengan Teknik Matriks Spike

Akurasi (Trueness) merupakan hal yang sangat penting dalam analisis kimia. Untuk itu di dalam analisis kimia pengendalian mutu akurasi (Trueness) sangat penting untuk dilakukan. Salah satu cara penentuan trueness dalam analisis kimia adalah dengan menghitung persen recovery-nya. Menurut Eurachem (2014), persen recovery atau perolehan kembali merupakan konsentrasi total dari analit yang dianalisis atau “jumlah yang terekstraksi” dalam kondisi pengujian tertentu.
Dalam perhitungan persen recovery ini, umumnya dilakukan dengan membandingkan suatu nilai yang diperoleh dengan nilai pada sertifikat bahan acuan (RM/Reference Material), sehingga disebut juga dengan istilah relative recovery. Menurut Eurachem (2014), perhitungan relative recovery ini dapat dilakukan dengan dua acara yaitu relative % recovery (R) dan relative spike recovery (R’).
1. Relative % recovery (R)
Relative % recovery dihitung dengan cara membandingkan nilai konsentrasi analit hasil pengujian dengan nilai bahan acuan yang dinyatakan dalam sertifikat dikalikan 100.



2. Relative spike recovery (R’)
Relative spike recovery dihitung dengan cara membandingkan perbedaan antara rata-rata nilai spike dan nilai rata-rata dengan konsentrasi spike yang ditambahkan. Nilai rata-rata dapat menggunakan matriks blanko atau sampel tanpa dispike.


Selain rumus perhitungan relative spike recovery (R’) menurut Eurachem (2014) diatas, perhitungan % recovery menggunakan matrix spike juga dapat dilakukan dengan menggunakan rumus yang terdapat dalam American Standard Testing Method (ASTM). Kalau dari segi terminology, bedanya ASTM tidak menggunakan istilah relative, tapi diistilahkan dengan persen recovery dari spike (P), dengan rumus:



Meskipun sama-sama digunakan untuk menghitung persen perolehan kembali dari suatu metode yang digunakan, namun kedua cara perhitungan persen recovery tersebut memiliki kegunaan yang agak berbeda. Relative % recovery umumnya digunakan untuk validasi metode uji dalam hal akurasinya, sedangkan perhitungan % recovery dengan matriks spike, selain untuk mengetahui akurasi metode uji juga dapat digunakan untuk memeriksa adanya interferensi pada matriks spesifik yang sedang diuji. Sehingga perhitungan % recovery dengan menggunakan teknik matriks spike ini cocok digunakan untuk pengendalian mutu pengujian.
 Menurut ASTM D 4327 – 03, pengendalian mutu pengujian kimia sampel air menggunakan matriks spike adalah sebagai berikut:
1.    Lakukan matriks spike sekurang-kurangnya satu sampel dari setiap batch dengan cara menspiking suatu aliquot sample dengan konsentrasi yang diketahui dan dilakukan sesuai metode analitik yang tepat.
2.    Konsentrasi spike ditambah konsentrasi background dari analit di air tidak boleh melebihi batas atas kalibrasi standar. Kadar sampel yang sudah dispike harus menghasilkan konsentrasi sebesar 2-5 kali konsentrasi analit di dalam sampel tanpa spike, atau 10-50 kali lebih besar dari limit deteksi metode uji.
3.    Hitung persen recovery dari spike (P) menggunakan persamaan 3 di atas.

Persen recovery dari spike harus berada dalam batas keberterimaan. Keberterimaan recovery spike bergantung pada konsentrasi dari komponen yang diinginkan. Menurut Abdul Rohman (2016) dalam bukunya berjudul Validasi dan penjaminan mutu metode analisis kimia, persentase perolehan kembali (Recovery) yang diterima sesuai dengan level konsentrasi analit adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Nilai Persentase Perolehan Kembali (% recovery)
Analit (%)
Fraksi analit
Satuan Konsentrasi
Kisaran perolehan kembali (%)
100
1
100%
98-102
10
10-1
10%
98-102
1
10-2
1%
97-103
0.1
10-3
0.1%
95-105
0.01
10-4
100 ppm
90-107
0.001
10-5
10 ppm
80-110
0.0001
10-6
1 ppm
80-110
0.00001
10-7
100 ppb
80-110
0.000001
10-8
10 ppb
60-115
0.0000001
10-9
1 ppb
40-120
Sumber: (Abdul Rohman, 2016)

Referensi:

·      ASTM D 4327 – 03
·      Eurachem. 2014. The Fitness for Purpose of Analytical Methods: A Laboratory Guide to Method Validation and Related Topics. Second Edition. ISBN 978-91-87461-59-0.
·      Rohman, Abdul. 2016. Validasi dan Penjaminan Mutu Metode Analisis Kimia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.


Menghitung Akurasi (Trueness) dari Suatu Metode Pengujian Kimia


Menurut Abdul Rohman (2016), akurasi merupakan kedekatan antara nilai terukur (measured value) dengan nilai sebenarnya yang diterima (accepted true value), baik nilai konversi, nilai sebenarnya, maupun nilai rujukan. Dalam Eurachem (2014), akurasi dalam pengertian di atas diistilahkan sebagai trueness. Berbeda terminology namun memiliki maksud yang sama. Pengertian akurasi dalam Eurachem (2014) hal.31, terdiri dari dua komponen, yaitu trueness dan precision. Trueness menggambarkan seberapa dekat rata-rata dari jumlah tak terhingga dari hasil (yang dihasilkan dari metode) dengan nilai referensi. Sedangkan presisi adalah ukuran seberapa dekat hasil satu sama lain.
Akurasi (Trueness) merupakan hal yang sangat penting dalam pengujian kimia. Sebelum digunakan, metode uji terlebih dahulu harus dilakukan validasi atau verifikasi dimana salah satu karakteristik yang harus divalidasi/diverifikasi adalah Trueness. Dalam pengujian contoh pun, pengendalian mutu akurasi (Trueness) juga harus dilakukan untuk menjamin selama pengujian berlangsung akurasi telah memenuhi syarat keberterimaan.
Menurut Eurachem (2014), karena tidak mungkin untuk mengambil jumlah pengukuran yang tidak terbatas, sehingga trueness tidak dapat diukur. Namun nilai trueness ini dapat dinyatakan secara kuantitatif didalam istilah “bias”.
Dalam prakteknya, penentuan bias ini dilakukan dengan cara membandingkan rata-rata hasil pengujian (ẋ) dari metode yang dipilih dengan nilai referensi yang sesuai (xref). Terdapat tiga pendekatan umum yang digunakan dalam menghitung bias, yaitu:
1.    Mengukur bahan acuan (RM/reference material) menggunakan metode yang dipilih.

2.    Mengukur matriks blanko atau sampel uji tanpa spike dan dengan spike pada rentang konsentrasi

3.    Membandingkan RM/sampel uji menggunakan metode yang dipilih dan metode alternatif



Referensi
·    Eurachem. 2014. The Fitness for Purpose of Analytical Methods: A Laboratory Guide to Method Validation and Related Topics. Second Edition. ISBN 978-91-87461-59-0.
·    Rohman, Abdul. 2016. Validasi dan Penjaminan Mutu Metode Analisis Kimia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.