Senin, 06 Mei 2019

Menghitung Persen Recovery dengan Teknik Matriks Spike

Akurasi (Trueness) merupakan hal yang sangat penting dalam analisis kimia. Untuk itu di dalam analisis kimia pengendalian mutu akurasi (Trueness) sangat penting untuk dilakukan. Salah satu cara penentuan trueness dalam analisis kimia adalah dengan menghitung persen recovery-nya. Menurut Eurachem (2014), persen recovery atau perolehan kembali merupakan konsentrasi total dari analit yang dianalisis atau “jumlah yang terekstraksi” dalam kondisi pengujian tertentu.
Dalam perhitungan persen recovery ini, umumnya dilakukan dengan membandingkan suatu nilai yang diperoleh dengan nilai pada sertifikat bahan acuan (RM/Reference Material), sehingga disebut juga dengan istilah relative recovery. Menurut Eurachem (2014), perhitungan relative recovery ini dapat dilakukan dengan dua acara yaitu relative % recovery (R) dan relative spike recovery (R’).
1. Relative % recovery (R)
Relative % recovery dihitung dengan cara membandingkan nilai konsentrasi analit hasil pengujian dengan nilai bahan acuan yang dinyatakan dalam sertifikat dikalikan 100.



2. Relative spike recovery (R’)
Relative spike recovery dihitung dengan cara membandingkan perbedaan antara rata-rata nilai spike dan nilai rata-rata dengan konsentrasi spike yang ditambahkan. Nilai rata-rata dapat menggunakan matriks blanko atau sampel tanpa dispike.


Selain rumus perhitungan relative spike recovery (R’) menurut Eurachem (2014) diatas, perhitungan % recovery menggunakan matrix spike juga dapat dilakukan dengan menggunakan rumus yang terdapat dalam American Standard Testing Method (ASTM). Kalau dari segi terminology, bedanya ASTM tidak menggunakan istilah relative, tapi diistilahkan dengan persen recovery dari spike (P), dengan rumus:



Meskipun sama-sama digunakan untuk menghitung persen perolehan kembali dari suatu metode yang digunakan, namun kedua cara perhitungan persen recovery tersebut memiliki kegunaan yang agak berbeda. Relative % recovery umumnya digunakan untuk validasi metode uji dalam hal akurasinya, sedangkan perhitungan % recovery dengan matriks spike, selain untuk mengetahui akurasi metode uji juga dapat digunakan untuk memeriksa adanya interferensi pada matriks spesifik yang sedang diuji. Sehingga perhitungan % recovery dengan menggunakan teknik matriks spike ini cocok digunakan untuk pengendalian mutu pengujian.
 Menurut ASTM D 4327 – 03, pengendalian mutu pengujian kimia sampel air menggunakan matriks spike adalah sebagai berikut:
1.    Lakukan matriks spike sekurang-kurangnya satu sampel dari setiap batch dengan cara menspiking suatu aliquot sample dengan konsentrasi yang diketahui dan dilakukan sesuai metode analitik yang tepat.
2.    Konsentrasi spike ditambah konsentrasi background dari analit di air tidak boleh melebihi batas atas kalibrasi standar. Kadar sampel yang sudah dispike harus menghasilkan konsentrasi sebesar 2-5 kali konsentrasi analit di dalam sampel tanpa spike, atau 10-50 kali lebih besar dari limit deteksi metode uji.
3.    Hitung persen recovery dari spike (P) menggunakan persamaan 3 di atas.

Persen recovery dari spike harus berada dalam batas keberterimaan. Keberterimaan recovery spike bergantung pada konsentrasi dari komponen yang diinginkan. Menurut Abdul Rohman (2016) dalam bukunya berjudul Validasi dan penjaminan mutu metode analisis kimia, persentase perolehan kembali (Recovery) yang diterima sesuai dengan level konsentrasi analit adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Nilai Persentase Perolehan Kembali (% recovery)
Analit (%)
Fraksi analit
Satuan Konsentrasi
Kisaran perolehan kembali (%)
100
1
100%
98-102
10
10-1
10%
98-102
1
10-2
1%
97-103
0.1
10-3
0.1%
95-105
0.01
10-4
100 ppm
90-107
0.001
10-5
10 ppm
80-110
0.0001
10-6
1 ppm
80-110
0.00001
10-7
100 ppb
80-110
0.000001
10-8
10 ppb
60-115
0.0000001
10-9
1 ppb
40-120
Sumber: (Abdul Rohman, 2016)

Referensi:

·      ASTM D 4327 – 03
·      Eurachem. 2014. The Fitness for Purpose of Analytical Methods: A Laboratory Guide to Method Validation and Related Topics. Second Edition. ISBN 978-91-87461-59-0.
·      Rohman, Abdul. 2016. Validasi dan Penjaminan Mutu Metode Analisis Kimia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.


Menghitung Akurasi (Trueness) dari Suatu Metode Pengujian Kimia


Menurut Abdul Rohman (2016), akurasi merupakan kedekatan antara nilai terukur (measured value) dengan nilai sebenarnya yang diterima (accepted true value), baik nilai konversi, nilai sebenarnya, maupun nilai rujukan. Dalam Eurachem (2014), akurasi dalam pengertian di atas diistilahkan sebagai trueness. Berbeda terminology namun memiliki maksud yang sama. Pengertian akurasi dalam Eurachem (2014) hal.31, terdiri dari dua komponen, yaitu trueness dan precision. Trueness menggambarkan seberapa dekat rata-rata dari jumlah tak terhingga dari hasil (yang dihasilkan dari metode) dengan nilai referensi. Sedangkan presisi adalah ukuran seberapa dekat hasil satu sama lain.
Akurasi (Trueness) merupakan hal yang sangat penting dalam pengujian kimia. Sebelum digunakan, metode uji terlebih dahulu harus dilakukan validasi atau verifikasi dimana salah satu karakteristik yang harus divalidasi/diverifikasi adalah Trueness. Dalam pengujian contoh pun, pengendalian mutu akurasi (Trueness) juga harus dilakukan untuk menjamin selama pengujian berlangsung akurasi telah memenuhi syarat keberterimaan.
Menurut Eurachem (2014), karena tidak mungkin untuk mengambil jumlah pengukuran yang tidak terbatas, sehingga trueness tidak dapat diukur. Namun nilai trueness ini dapat dinyatakan secara kuantitatif didalam istilah “bias”.
Dalam prakteknya, penentuan bias ini dilakukan dengan cara membandingkan rata-rata hasil pengujian (ẋ) dari metode yang dipilih dengan nilai referensi yang sesuai (xref). Terdapat tiga pendekatan umum yang digunakan dalam menghitung bias, yaitu:
1.    Mengukur bahan acuan (RM/reference material) menggunakan metode yang dipilih.

2.    Mengukur matriks blanko atau sampel uji tanpa spike dan dengan spike pada rentang konsentrasi

3.    Membandingkan RM/sampel uji menggunakan metode yang dipilih dan metode alternatif



Referensi
·    Eurachem. 2014. The Fitness for Purpose of Analytical Methods: A Laboratory Guide to Method Validation and Related Topics. Second Edition. ISBN 978-91-87461-59-0.
·    Rohman, Abdul. 2016. Validasi dan Penjaminan Mutu Metode Analisis Kimia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Jumat, 03 Mei 2019

Statistika Uji Banding dan Pembuatan Bahan Acuan Internal


Dalam laboratorium pengujian, kompetensi, konsistensi dan ketidakberpihakan merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi. Hal ini karena ketiga persyaratan tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menentukaan validitas hasil uji. Untuk itu laboratorium yang sudah menerapkan standar pengelolaan laboratorium senantiasa fokus pada ketiga hal tersebut. Kompetensi meliputi kompetensi personil, metode maupun sarana-prasarana harus mencukupi untuk setiap parameter uji. Ketidakberpihakan yang tertuang dalam pakta integritas mutlak diperlukan oleh laboratorium untuk menjamin bahwa setiap hasil uji yang dilakukan benar-benar objektif. Sedangkan konsistensi hasil uji harus senantiasa dijaga baik dengan cara pengendalian mutu internal maupun eksternal.
Salah satu metode pengendalian mutu eksternal yang dapat dilakukan oleh laboratorum adalah secara rutin berpartisipasi dalam uji profisiensi. Menurut ISO 17025:2017 Uji Profisiensi adalah evaluasi kinerja peserta terhadap kriteria yang ditetapkan sebelumnya dengan cara perbandingan antar laboratorium. Sedangkan perbandingan antar laboratorium menurut ISO 17025:2017 merupakan pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi pengukuran atau pengujian pada barang yang sama atau serupa oleh dua atau lebih laboratorium sesuai dengan kondisi yang telah ditetapkan.

1. Uji Profisiensi
Pengendalian mutu eksternal melalui uji profisiensi ini sangat penting dalam upaya laboratorium untuk memastikan keabsahan hasil pengujian sebagaimana yang tertuang pada klausul 7.7.2 ISO 17025:2017. Dalam standar pengelolaan laboratorium tersebut uji profisiensi merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh laboratorium sepanjang parameter uji tersebut tersedia dan sesuai.
Kegiatan uji banding antar laboratorium melalui uji profisiensi ini diorganisasikan oleh penyedia jasa layanan uji profisiensi atau sering disebut provider uji profisiensi. Sebelum mengikuti uji profisiensi, laboratorium harus memilih provider uji profisiensi yang kompeten, yang ditunjukkan dengan sudah diimplementasikannya standar internasional peyelenggaraan uji profisiensi ISO 17043 edisi mutakhir.
Disamping sebagai pemastian kebsahan hasil pengujiaan, sebagaimana tertuang dalam klausul 7.7.2 dokumen ISO 17025:2017, keikutsertaan laboratorium pengujian dalam kegiatan uji profisiensi ini memiliki beberapa manfaat bagi laboratorium, diantaranya:
     1.    Memonitor kesinambungan unjuk kerja laboratorium dalam pengujian tertentu;
   2. Mengidentifikaasi masalah dalam berbagai laboratorium dan mengiisiasi tindakan perbaikan yang diperlukan;
     3.    Menentukan unjuk kerja suatu metode pengujian (perbandingan antar metode);
     4.    Menetapkan nilai pada bahan acuan.
Dalam uji profisiensi ini, peserta akan mendapatkan sebuah sampel uji profisiensi untuk dianalisis, yang hasilnya disampaikan kepada provider uji profisiensi sesuai batas waktu yang telah ditetapkan. Nilai hasil pengujian tersebut kemudian dievaluasi oleh provider uji profisiensi, yang hasilnya disampaikan kepada peserta dalam bentuk laporan uji profisiensi. Dalam laporan uji profisiensi tersebut, unjuk kerja laboratorium dituangkan dalam nilai z-score, yang terbagi dalam tiga kriteria kinirja, sebagai berikut:
Nilai z-score
Evaluasi Kinerja
z-score ≤ 2,0
Satisfactory/memuaskan
2,0 < z-score < 3,0
Warning/peringatan
z-score ≥ 3,0
Unsatisfactory/tidak memuaskan

Laboratorium berkompeten apabila mendapatkan nilai z-score ≤ 2,0 sehingga dikatakan hasil uji untuk parameter terkait memuaskan. Nilai z-score diantara 2,0 dan  3,0 berarti bahwa hasil uji belum outlier, namun sudah dalam batas diperingati,sehingga laboratorium harus berhati-hati. Sedangkan nilai z-score lebih dari atau setara dengan 3,0 menunjukkan hasil pengujian laboratorium untuk parameter tersebut tidak kompeten.
Apabila mendapatkan nilai z ≥ 3, maka laboratorium harus mengevaluasi kinerja dari parameter uji yang bersangkutan, mencari tahu kemungkinan  akar permasalahannya kemudian melakukan tindakan perbaikan. Untuk mengevaluasi efektifitas tindakan perbaikan tersebut laboratorium dapat mengikuti uji profisiensi kembali.
Banyak sekali parameter uji yang dilaksanakan oleh laboratorium pengujian baik di Indonesia maupun di dunia ini, sehingga tidak semua parameter uji terdapat penyelenggara uji profisiensi. Lantas bagaimana apabila laboratorium pengujian tidak mendapatkan provider uji profisiensi untuk suatu parameter ujinya? Apa yang dilakukan laboratorium untuk pengendallian mutu eksternalnya? Dalam hal ini laboratorium dapat menyelenggarakan kegiatan uji banding antar laboratorium.

2.  Uji Banding
Dalam kegiatan uji banding ini, laboratorium mengorganisasikan, melaksanakan, dan megevaluasi sendiri pengujian pada sampel yang sama yang telah dilakukan oleh dua atau lebih laboratorium sesuai dengan kondisi yang telah ditetapkan. Pada uji banding ini laboratorium mencari partner laboratorium lain untuk saling mengevaluasi unjuk kerjanya. Supaya data hasil uji banding dapat diolah secara statistik, minimal diperlukan 7 data, sehingga disarankan laboratorium yang mengikuti uji banding ini berjumlah 7 ditambah 2 untuk antisipasi apabila ada laboratorium yang tiba-tiba tidak dapat menyampaikan hasilnya. Apabila laboratorium kita tidak mendapatkan jumlah mitra yang diharapkan untuk uji banding, maka uji banding dapat tetap dilaksanakan dengan dua atau lebih laboratorium yang masing-masing melakukan duplikasi pegujian sehingga data yang didapatkan memenuhi syarat untuk pengolahan data secara statistika.
 Untuk mendapatkan hasil uji banding yang bagus handaknya kita dapat mencari partner uji banding laboratorium yang memiliki kompetensi minimal sama dengan laboratorium kita. Hal ini sangat penting karena umumnya assigned value (nilai benar) dari sampel uji banding didapatkan dari nilai konsensus, kecuali jika sampel uji banding menggunakan CRM, namun hal ini sangat jarang dilakukan. Lalu bagaimana cara pelaksanaan uji banding? Apa saja yang harus dilakukan dalam uji banding ini?
Secara umum pelaksanaan uji banding ini meliputi tahapan: perencanaan, penyiapan contoh uji banding, distribusi, pengujian contoh, penyampaian hasil, dan evaluasi hasil uji banding.

     1. Perencanaan
Dalam perencanaan ini dibahas mengenai rencana uji banding yang akan dilakukan, antara lain meliputi:
1.    Pemilihan bahan uji
2.    Jenis pengujian
3.    Peserta uji banding
4.    Jadwal Pelaksanaan
5.    Biaya, dll

      2. Penyiapan contoh uji banding
Penyiapan contoh ini sangat penting untuk menjamin hasil pengujian yang valid, sehingga apabila ada data hasil uji banding yang outlier dapat dipastikan bukan karena faktor sampelnya. Oleh karena itu dalam penyiapan contoh ini kita harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.    Contoh harus dibuat homogen
2.    Contoh dikemas dengan menggunakan kemasan yang sesuai
3.    Diberikan kode yang sesuai
4.    Dilakukan uji homogenitas dan stabilitas
5. Pada kemasan bagian luar diberikan keterangan seperlunya untuk menjamin sampel sampai di tujuan tanpa kerusakan

      3. Distribusi
Pendistribusian hendaknya diperhitungkan tidak hanya lamanya waktu sampel sampai ke tujuan, tapi juga waktu bagi masing-masing laboratorium peserta untuk mempelajari petunjuk yang kita berikan bersamaan dengan sampel. Petunjuk tersebut dapat meliputi: informaasi mengenaai sifat bahan, cara penyiapan contoh uji, saran pengujian, format laporan pengujian, batas waktu hasil pengujian dikirimkan.

     4. Pengujian contoh
Pengujian contoh hendaknya dilakukan serentak di semua laboratorium peserta uji banding sesuai petunjuk yang telah diberikan.

     5.  Penyampaian hasil dan evaluasi hasil uji
Hasil uji banding yang telah disampaikan oleh masing-masing laboratorium partner termasuk pengujian yang kita lakukan kemudian kita evaluasi untuk mendapatkan nilai consensus dan z-score.
Penyiapan contoh untuk uji banding sangat penting dilakukan untuk menjamin bahwa perbedaan nilai hasil uji banding bukan karena sampelnya. Untuk itu sampel uji banding harus memenuhi dua syarat, yaitu harus homogen dan stabil dalam jangka waktu tertentu, minimal selama pelaksanaan uji banding. Bagaimana kita dapat memastikan bahwa sampel tersebut homogen dan stabil? Dalam hal ini penggunaan metode statistik sangat diperlukan.


3.  Uji Homogenitas

3.1.   Metode KAN No. DP.01.34 tahun 2004
Menurut Dokumen KAN No. DP.01.34 tahun 2004, penyiapan sekaligus uji homogenitas contoh dilakukan dengan cara mencampurkan semua sampel dalam satu tempat, kemudian dihomogenkan. Semua sampel dalam tempat tersebut kemudian dibagi-bagi kedalam beberapa wadah. Selanjutnya dipilih sejumlah (n≥10) kemasan secara acak.  Dari setiap wadah (subsampel) dihomogenkan kembali (bila perlu) dan diambil dua bagian untuk dianalisis secara duplo kemudian dihitung nilai variansi dari pengambilan contoh (sampling) (Ss2) dan variansi dari keberulangan analisis (Sa2). Kedua nilai tersebut masing-masing diperoleh dari MSB (mean square between) dan MSW (mean square within).
Dimana t = Banyaknya wadah/kemasan yang dipilih untuk uji homogenitas (t=1,2,3,……..n)
Dengan menggunakan persamaan di atas, homogenitas contoh dapat dilihat dari salah satu cara dibawah ini:
Kriteria 1: Uji F

Contoh dikatakan homogen apabila Fhitung < Ftabel (db1,db2,α), apabila Fhitung > Ftabel, maka homogenitas contoh dapat diuji dengan kriteria 2 berikut:
Kriteria 2: Melalui persamaan:
Contoh dikatakan homogen apabila nilai standar deviasi sampel (Ss) kurang dari 0,5 standar deviasi menurut Horwitz. Ss adalah simpangan baku sampling yang diperoleh melalui persamaan berikut:

Contoh:
Kriteria 1: Uji-F


MSB
:
0,249
MSW
:
0,065
F hitung
:
3,817
F tabel
:
3,020
Syarat
:
F hitung < F tabel
Kesimpulan
:
TIDAK HOMOGEN (Masuk ke kriteria 2)

Kriteria 2:
Ss^2
: 0,091844
Ss
: 0,303058
CV Horwitz =
2^(1-0,5LogC)
: 11,30522
σ Horwitz
: 1,136174
0,5*σ Horwitz
: 0,568087
Syarat
: Ss < 0,5*σHorwitz
Kesimpulan
  : HOMOGEN

 3.2.   Metode ISO 13528:2015
Selain metode perhitungan menurut KAN No. DP.01.34 tahun 2004, kita juga dapat menggunakan metode perhitungan homogenitas yang terdapat pada ISO 13528:2015 (Statistical methods for use in proficiency testing by interlaboratory comparison). Menurut ISO 13528:2015 sampel dikatakan stabil apabila simpangan baku sampel (Ss) ≤ 0,3 σPT, dimana σPT ini merupakan simpangan baku untuk assessment uji profisiensi. σPT dapat juga dihitung dari simpangan baku CVHorwitzPT = σHorwitz). Perhitungan simpangan baku sampel (Ss) menurut ISO 13528:2015 adalah sebagai berikut.
Standar deviasi dari rata-rata sampel:
Within sample standar deviasi (Sw) dapat dihitung dari persamaan berikut ini:
Sedangkan between sample standar deviasi dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Dimana t = Banyaknya wadah/kemasan yang dipilih untuk uji homogenitas (t=1,2,3, ..., n)
Notasi 1 dan 2 masing-masing merupakan simplo dan duplo pengujian.
Kedua cara tersebut merupakan metode yang sering digunakan dalam pengolahan data untuk uji homogenitas. Apabila dari perhitungan statistik di atas, sampel uji banding dikatakan stabil, maka sampel dapat didistribusikan ke peserta uji banding. Selama pelaksanaan uji banding, sampel dievaluasi stabilitasnya untuk menjamin bahwa sampel yang diterima masing-masing peserta tidak berubah.


Contoh:

4.  Uji Stabilitas
 Uji stabilitas dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan uji banding. Minimal tiga buah kemasan sampel uji banding yang telah homogen dikirimkan ke peserta yang jalur transportasinya paling lama sampai di tujuan. Untuk alasan kepraktisan ketiga sampel tersebut dapat dikirimkan ke satu alamat tujuan. Ketika pelaksanaan uji banding, sampel untuk uji stabilitas tersebut dikirimkan kembali ke laboratorium kita untuk dilakukan uji stabilitas.
Ketiga kemasan sampel uji stabilitas, masing-masing dilakukan pengujian secara duplo. Hasil pengujian kemudian diolah secara statistik uji stabilitas. Menurut ISO 13528:2015 sampel dikatakan stabil apabila harga mutlak dari nilai rata-rata hasil uji homogenitas dikurangi dengan nilai rata-rata hasil uji sampel stabilitas kurang dari atau sama dengan 0,3 simpangan baku uji profisiensi (|Xrt-Yrt| ≤ 0,3 σPT). Seperti halnya uji homogenitas, dalam uji stabilitas ini nilai σPT dapat dihitung dari simpangan baku CVHorwitzPT = σHorwitz).
Apabila sampel uji banding tersebut dinyatakan stabil, maka data pengujian dari para peserta uji banding baru dapat dioleh dan dievaluasi.

5.  Evaluasi Data Uji Banding Antarlaboratorium
Data hasil uji banding dari masing-masing peserta baru dapat dioleh apabila sampel uji banding dinyatakan homogen dan stabil. Umumnya evaluasi data hasil uji banding menggunakan metode z-score, nilai z-score:
Dimana:
zi merupakan nilai z peserta uji banding
 merupakan nilai pengujian dari peserta



Menurut ISO/IEC 17043:2010, interpretasi dari nilai z-score ini adalah sebagai berikut:

Nilai z-score
Evaluasi Kinerja
|z| ≤ 2,0
Diterima
2,0 < |z| < 3,0
Warning/peringatan
|z| 3,0
Hasil tidak diterima (harus dilakukan tindakan perbaikan

Salah satu metode dalam penentuan nilai konsensus (xpt) dan standar deviasi uji banding (sigma pt) menggunakan analisis robust: algoritma A sebagaimana dijelaskan pada ISO 13528:2015. Algoritma ini menghasilkan estimasi robust dari rata-rata dan standar deviasi dari data yang diaplikasikan. Sejumlah p data hasil uji banding diurutkan dari yang terkecil ke terbesar.
x{1}, x{2}, … , x{p}
Nyatakan rata-rata robust dan standar deviasi robust dari data ini masing-masing sebagai x* dan s*. Hitung nilai awal untuk x* dan s* sebagai:
x* = median dari xi (i = 1, 2, … p)
s* = 1,483 median dari |xi – x*| dengan I = 1, 2, …, p
Perbaharui nilai dari x* dan s* sebagai berikut.
Hitung δ = 1,5s*                                                                                                          (A.1)
Untuk masing-masing xi (i=1, 2, …, p), hitung:
                                                                            
                                                                (A.2)
Hitung nilai baru dari x* dan s* dari persamaan berikut:
                                                                                                           
Estimasi robust x* dan s* dapat diturunkan dengan perhitungan berulang/iterasi, yaitu dengan memperbaharui nilai x* dan s* beberapa kali dengan menggunakan data yang dimodifikasi di dalam persamaan A.1 sampai dengan A.4, sampai proses konvergen. Konvergen dapat diasumsikan ketika tidak ada perubahan dari satu iterasi ke iterasi berikutnya sampai angka signifikan ketiga dari rata-rata dan standar deviasi robust (x* dan s*).

Contoh pengolahan data uji banding dengan Algoritma A:


6.  Sampel Uji Banding untuk Bahan Acuan Internal Laboratorium
Dalam pengujian kimia di laboratorium, bahan acuan bersertifikat memainkan peranan yang sangat penting, karena pada umumnya pengujian kimia modern merupakan kegiatan membandingkan nilai respon sampel dengan nilai respon bahan acuan yang sudah diketahui kadarnya, sehingga dapat diketahui kadar dalam sampel tersebut. Oleh karena itu di dalam Organisasi Standar Internasional pembuatan, penggunaan, dan penyimpanan bahan acuan bersertifikat mendapatkan perhatian lebih. Contohnya ISO Guide 80 memberikan panduan dalam memproduksi sendiri bahan kendali mutu, ISO Guide 33 memberikan panduan tentang pemilihan dan penggunaan bahan acuan, maupun dalam ISO 17025 bahan acuan bersertifikat banyak diulas dibeberapa klausulnya.
Namun demikian, seringkali bahan acuan bersertifikat, atau yang sering disebut CRM (Certified Reference Material) memiliki harga yang cukup mahal, bahkan dibeberapa parameter pengujian CRM ini sangat susah didapatkan. Sehingga di beberapa laboratorium mencoba untuk membuat bahan acuan internal. Manfaat uji banding antar laboratorium ini, selain sebagai langkah dalam upaya pemastian keabsahan hasil pengujian, juga dapat digunakan sebagai langkah pembuatan bahan acuan internal laboratorium. Untuk itu dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan beberapa hal di berikut.
1.    Homogenitas harus dipastikan baik
2.    Stabilitas harus dipastikan baik, perlu dilakukan uji stabilitas secara periodik selama penyimpanan bahan acuan internal.
3.    Untuk mendapatkan data dan evaluasi hasil uji banding yang baik, maka sangat penting untuk memastikan kompetensi laboratorium peserta uji banding. Salah satu cara memastikan kompetensi laboratorium adalah dengan melihat rekam jejaknya, sedapat mungkin minimal laboratorium tersebut sudah terakreditasi ISO 17025 sebagai laboratorium pengujian.
Apabila laboratorium ingin menggunakan sampel uji banding sebagai bahan acuan internal/bahan acuan sekunder, maka laboratorium perlu menghitung banyaknya sampel yang digunakan supaya masih tersisa sampel yang cukup banyak yang dapat dipergunakan sebagai bahan acuan internal.
  
Referensi
1.    ISO 13528:2015 (Statistical methods for use in proficiency testing by interlaboratory comparison)
2.    KAN No. DP.01.34 tahun 2004: Pedoman Perhitungan Statistik Untuk Uji Profisiensi
3.    SNI ISO/IEC 17025:2017 (Persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan kalibrasi)