Rabu, 24 Oktober 2018

Pengambilan Contoh Kondensat untuk Analisis Isotop δD dan δ18O

Pendahuluan
Penelitian dan pemantauan gunung api sangat penting untuk mendapatkan data-data dalam usaha untuk memahami dinamika gunung api, memprediksi aktivitas vulkanik gunung api, yang pada akhirnya digunakan untuk menentukan kebijakan mitigasi yang tepat.
Penelitian dan pemantauan tersebut dilakukan dari berbagai bidang ilmu seperti geologi, geofisika, dan geokimia. Metode penelitian dan pemantauan secara geokimia dilakukan baik terhadap contoh gas, air, maupun batuan/abu. Dari ketiga contoh tersebut, penelitian terhadap contoh gas gunung api memainkan peranan yang sangat penting dalam kegiatan pemantauan gunung api. Hal ini karena gas memiliki mobilitas yang paling tinggi. Ketika terjadi kenaikan aktivitas di kantong magma, gas lah yang paling cepat keluar ke permukaan baik melalui solfatara maupun fumarol.
Untuk mendapatkan data-data yang representatif, metode sampling dan analisis memainkan peranan yang sangat penting. Hasil pengujian kimia yang baik tidak terlepas dari penerapan metode pengambilan contoh yang baik pula. Untuk itu pengambilan contoh yang baik sangat diperlukan.

Isotop Stabil Air (δD dan δ18O) untuk Pengamatan Aktivitas Gunung Api
Isotop Hidrogen dan Oksigen merupakan unsur-unsur penting dalam siklus hidrologi. Hidrogen memiliki 2 isotop stabil, yaitu 99,98% 1H dan 0,02% 2H (Deuterium/D). Sedangkan Oksigen memiliki 3 isotop stabil, yaitu 99,76% 16O, 0,04% 17O, dan 0,2% 18O. Isotop hidrogen (1H) dan oksigen (18O) merupakan penyusun utama air (H2O). Isotop-isotop yang lebih berat, 2H dan 18O memiliki kelimpahan relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan isotop yang lebih ringan (1H dan 18O).
Dalam siklus hidrologi, senyawa air dengan komposisi isotopnya, mengalami fraksinasi akibat proses evaporasi dan kondensasi. Senyawa yang mempunyai berat molekul besar seperti H2O (dengan 2H) dan H2O (dengan 18O) lebih sukar menguap tetapi lebih mudah terkondensasi sehingga pada berbagai jenis air kandungan isotop 18O dan D mempunyai rasio yang berbeda-beda. Perbedaan elevasi turut berperan dalam fraksinasi isotop air. Semakin tinggi elevasi, semakin kecil komposisi D dan 18O.
Perbedaan isotop 18O dan 2H yang signifikan di antara berbagai jenis air tersebut menjadikan kedua isotop tersebut dapat digunakan untuk menentukan asal-usul air. Interaksi antara air dan batuan juga turut mempengaruhi komposisi isotop 18O. Air yang telah berinteraksi dengan batuan di dalam bumi akan memiliki isotop 18O yang lebih banyak dibandingkan air meteorik lokalnya.
Menurut para ahli, magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500– 2.5000C dan bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku  (https://id.wikipedia.org/wiki/Batuan_be ku).
Air magmatik sebagai salah satu penyusun magma memiliki komposisi isotop stabil air (δD dan δ18O) yang berbeda dengan air meteorik/air permukaan. Air magmatik dari suatu gunung apipun akan berbeda bergantung pada proses pembentukan gunung api tersebut. Gunung api yang terdapat di Indonesia terbentuk pada zona subduksi, dimana lempeng samudera menunjam lempeng benua. Pada proses ini dimungkinkan terjadinya infiltrasi dari air laut ke dalam magma yang terbentuk. Sehingga gunung api pada zona subduksi ini memiliki komposisi isotop D dan 18O yang lebih diperkaya akan kandungan isotop deuterium dibandingkan dengan primary magmatic water.
Gas-gas vulkanik yang keluar ke permukaan, selain membawa komponen fluida gas dari magma, ia juga turut membawa fluida yang dilewatinya, seperti misalnya akuifer. Perubahan aktivitas akan berpengaruh terhadap kadar dari komposisi fluida gas tersebut, termasuk isotop δD dan δ18O yang terdapat dalam uap air. Sehingga komposisi isotop δD dan δ18O dapat digunakan untuk pemantauan aktivitas vulkanik gunung api.


Metode Pengambilan Contoh Kondensat Untuk Analisis Isotop δD dan δ18O

Pengambilan contoh air untuk keperluan analisis isotop δD dan δ18O yang paling baik dilakukan pada manifestasi semburan gas vulkanik solfatara maupun fumarol dan yang memiliki temperatur dan tekanan yang besar. Hal ini untuk mengurangi adanya kontribusi dari air meteorik yang turut mempengaruhi komposisinya. 
Pengambilan contoh untuk analisis isotop δD dan δ18O ini dilakukan dengan mengumpulkan contoh kondensat dari semburan gas vulkanik seperti solfatara maupun fumarol. Skema umum sampling dan analisis gas vulkanik dapat dilihat pada gambar 1. Pengambilan contoh kondensat ini hampir sama dengan pengambilan contoh gas dengan tabung Giggenbach, namun dalam pengambilan contoh isotop stabil air ini, uap air ditampung dalam tabung berpendingin.


Gambar 1. Metode pengambilan contoh gas dan kondensat

Ketika gas keluar dari solfatara yang memiliki temperatur tinggi ke atmosfer, uap air akan mengalami kondensasi. Kondensat uap air tersebut dapat dikumpulkan dengan menggunakan condenser yang dibantu dengan pompa hisap. Untuk mencegah uap air keluar dari tabung kondenser, tentunya diperlukan sistem pendinginan yang cukup memadahi. Namun pada kenyataannya, pada lokasi yang sulit, seperti di kawah yang berada di puncak gunung, kadang kala sangat susah membawa pendingin seperti es dalam jumlah yang cukup. Untuk itu diperlukan cara meminimalkan uap air yang keluar. Dua buah tabung kondenser digunakan untuk tujuan ini. Hal ini penting karena adanya uap air yang tidak terkondensasi dan lolos melewati kondenser menyebabkan komposisi kondensat hasil sampling tidak mewakili komposisinya sebelum keluar dari solfatara/fumarol. Isotop yang memiliki masa atom lebih ringan akan lebih mudah menguap, sehingga uap air yang tidak terkondensasi dan lolos melewati kondenser akan lebih banyak mengandung komponen isotop yang lebih ringan. Hal ini menyebabkan kondensat H2O akan lebih diperkaya oleh isotop berat dari pada kondisinya semula. Pada gambar 2 dan 3 berikut merupakan rangkaian alat pengambilan contoh kondensat dari fumarol/solfatara.



Gambar 2. Rangkaian alat pengambilan contoh kondensat


Gambar 3. Pengambilan contoh gas dan kondensat fumarol di Kawah Sibanteng, Dieng



Pada pengambilan contoh kondensat ini pompa hisap digunakan untuk mempercepat proses sampling. Tekanan udara di tabung kondenser yang rendah akan membuat gas mengalir lebih cepat dari sumber dengan tekanan udara tinggi ke tabung kondenser yang memiliki tekanan udara lebih rendah. Contoh kondensat yang telah terkumpul dalam tabung condenser tersebut selanjutnya disimpan dalam botol HDPE (High Denity Polyethilene) hingga penuh tanpa ada gelembung kemudian ditutup dengan rapat. Contoh kondensat selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dianalisis isotop δD dan δ18O. Analisis isotop δD dan δ18O contoh kondensat dapat  dilakukan dengan menggunakan Spektrometer massa maupun laser.

Referensi
Sampling Procedures for Isotope Hydrology, IAEA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar